Minggu, 20 Desember 2009

Menko Polhukam Ingatkan Pansus Century Fokus pada Tugasnya

JAKARTA - Pemerintah, tampaknya, gerah juga atas adanya imbauan pansus angket skandal Century yang meminta agar Wapres Boediono dan Menkeu Sri Mulyani dinonaktifkan. Setelah imbauan itu ditolak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), kemarin penolakan tersebut kembali ditegaskan Menko Polhukam Djoko Suyanto.

Djoko bahkan mengingatkan (me-warning) pansus agar lebih fokus pada tugas mereka, yakni mengusut aliran dana talangan Bank Century sekaligus mencari siapa saja yang bertanggung jawab.

''Sudah, fokus di situ saja. Imbauan penonaktifan itu ada di presiden, tidak perlu diperdebatkan lagi,'' ujar mantan panglima TNI tersebut.

#-----------Maaf....iklan bentar yach...-------------#



#-----------------Terima kasih---------------------#

Djoko juga menegaskan, dirinya siap menjadi penjamin bahwa Boediono dan Sri Mulyani akan datang memenuhi panggilan pansus di DPR, meski mereka tidak dinonaktifkan.

''Presiden sudah menyampaikan statemen seperti itu, Menko Polhukam juga sudah memberi garansi,'' tegas Djoko setelah menghadiri pembukaan Konferensi Persaudaraan Muslim Sedunia di Hotel Sultan, Jakarta, kemarin (19/12).

Karena itu, kata dia, pansus angket tidak perlu lagi khawatir Boediono maupun Sri Mulyani akan mangkir memenuhi panggilan.

Para pihak yang selama ini mendorong penonaktifan, ujar dia, diharapkan juga memperhatikan kepentingan lain yang lebih besar. Salah satunya, kestabilan pasar jika Sri Mulyani dan Boediono nonaktif. ''Prinsipnya, imbauan itu harus dilihat ada nggak aturannya, ada nggak asas manfaat dan mudaratnya,'' ungkapnya.

Dia juga mengingatkan pansus angket, sebagai Wapres, Boediono merupakan pilihan rakyat. Sri Mulyani merupakan menteri yang telah ditunjuk membantu pemerintahan yang terpilih karena pilihan rakyat. Artinya, kata Djoko, rakyat telah memercayai keduanya untuk bekerja.



''Mereka dipilih untuk bekerja, tapi pansus menyuruh untuk tidak bekerja. Itu kan keliru. Rakyat meminta bekerja, kok pansus justru meminta tidak bekerja,'' sindir mantan wakil ketua tim sukses SBY-Boediono dalam pilpres lalu tersebut.

Terkait dengan situasi politik nasional terkini, dia memastikan kondisinya tetap stabil. Kasus Century yang terus menggelinding masih belum memengaruhi situasi nasional secara umum. ''Kabinet juga tetap kompak. Semua tetap konsentrasi bekerja di bidang masing-masing,'' ujar Djoko.

Sehari sebelumnya, Presiden SBY menolak imbauan pansus atas penonaktifan Boediono-Sri Mulyani. Presiden yang saat itu masih berada di Kopenhagen, Denmark, beralasan tidak ada dasar hukum yang jelas dan kuat untuk penonaktifan tersebut. UUD 1945 maupun UU Kementerian Negara tidak mengenal istilah penonaktifan karena alasan pemeriksaan pansus angket.

Di bagian lain, Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin justru menilai, soal desakan penonaktifan Boediono-Sri Mulyani tidak harus dilihat dalam kacamata hukum semata. ''Tapi, juga dari sisi moral bahwa secara moral memang sebaiknya tetap demikian (nonaktif, Red),'' ujarnya.

Menurut dia, pansus maupun sejumlah pihak yang selama ini mendorong penonaktifan dua pejabat tersebut hanya khawatir posisi, kekuatan, dan kekuasaan yang dimiliki keduanya akan digunakan untuk ''membentengi'' diri mereka. ''Kalau seperti itu, kan kemudian tidak baik,'' tegasnya.

Dia memandang, sebagai seorang Wapres dan Menkeu, Boediono maupun Sri Mulyani bisa saja memanfaatkan jabatannya untuk menggalang kekuatan. ''Karena itu, sebaiknya jangan dilihat secara hukum (saja),'' tambah dia.

Lebih jauh, Din menyatakan, penolakan presiden tersebut justru menjadi sebuah pertanyaan bagi publik. Di satu sisi, presiden sudah menyatakan agar kasus Century dibuka selebar-lebarnya. Tapi, di sisi lain, dia menolak upaya membuka selebar-lebarnya lewat penonaktifan Boediono-Sri Mulyani. ''Sikap mendua seperti itu justru sangat resistan, sikap yang tidak baik,'' ungkapnya.

Senada, Ketua Umum PB NU Hasyim Muzadi menambahkan, jika penonaktifan Boediono dan Sri Mulyani dianggap tidak berdasar hukum, harus dicari pula jalur hukum legal formal untuk mengatur agar keduanya tidak menggunakan kekuasaannya untuk membentengi diri sendiri. ''Ditarik saja esensi aspirasi itu, tapi harus tetap dalam konteks hukum,'' jelasnya.


#-----------Maaf....iklan bentar yach...-------------#



#-----------------Terima kasih---------------------#

Setidaknya, menurut dia, presiden harus menjamin sendiri bahwa mereka berdua tidak memengaruhi penyelidikan kasus Century lewat posisi yang dimiliki. ''Itu bisa jadi solusi, asal Bapak Presiden mau menjamin tidak akan ada intervensi,'' katanya.


Polri Tunggu Tim Pelacak Aset Century

Mabes Polri tak ingin dianggap tinggal diam dalam kasus Bank Century. Namun, korps baju cokelat itu belum akan masuk ke penelusuran hasil audit. Tim hanya berkonsentrasi pada tindak pidana perbankan yang dilakukan Robert Tantular, bos Century dan kroninya.

"Yang pencucian uang itu masih dilanjutkan (penyidikannya) di Bareskrim," ujar Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Nanan Soekarna kemarin. Penanganan kasus itu dilakukan penyidik dari Direktorat II Ekonomi Khusus Bareskrim Mabes Polri.

Nanan memastikan kasus itu jalan terus. "Setahu saya, masih me­nunggu hasil tim dari luar negeri yang mengecek aset. Detailnya tanya penyidik saja," kata mantan Kapolda Sumatera Utara itu.

Secara terpisah, Direktur II Ekonomi Khusus Bareskrim Brigjen Raja Erizman menjelaskan, tindak lanjut penyidikan akan lebih terang minggu depan. "Sekarang tim gabungan masih bekerja," katanya. Tim gabungan itu terdiri atas tim Kejaksaan Agung, Departemen Luar Negeri, Departemen Keuangan, dan Mabes Polri.

Tim itu berangkat Rabu lalu (9/12) ke beberapa negara untuk mengecek keberadaan aset Bank Century senilai sekitar Rp 14 triliun yang dilarikan Robert dan kroninya ke luar negeri. Tim akan pergi ke Jersey, Hongkong, dan Swiss.


Tim akan memastikan apakah uang tersebut berupa uang tunai atau surat berharga. Jika yang tersimpan berupa surat utang negara, Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan cek perjalanan, tidak akan masalah. Namun, lanjut dia, dikhawatirkan aset yang tersimpan berupa surat berharga yang diproduksi Bank Century sendiri. Sebab, jika yang tersimpan di 12 negara tersebut surat berharga yang diproduksi Bank Century sendiri, itu berarti tidak bernilai.

Selain itu, tim akan memastikan apakah blokir yang dimintakan Mabes Polri disetujui secara permanen oleh otoritas setempat atau hanya blokir sementara oleh pengadilan. Jika blokir sementara, aset itu bisa dicairkan dengan cepat dan itu berarti pemerintah kebobolan.

"Nanti kalau sudah lengkap, hasilnya akan disampaikan ke teman-teman (media)," kata Raja yang juga menjadi bagian dari tim pelacak aset. Dalam pe­nyidikan sebelumnya, saat Direktur II Eksus dijabat Brigjen Edmon Ilyas (sekarang Kapolda Lampung), tim berhasil melacak aset itu di enam negara, yakni Jersey Island, Inggris, Hongkong, Singapura, Swiss, dan Australia.

Di enam negara itu tersimpan aset Bank Century atas nama Robert Tantular dan dua pemilik Bank Century yang berstatus buron, Rafat Ali Rizvi dan Hesham Al Waraq. Ada juga aset keluarga Robert, yakni kakak Robert, Dewi Tantular.

Saat masih menjabat, Komjen Susno Duadji mengklaim sudah membekukan rekening-rekening itu agar bisa dibawa pulang ke Indonesia. Jumlahnya sekitar Rp 12 triliun. Namun, dana yang disebut Susno itu belum bisa cair karena menunggu proses mutual legal assistance (kerja sama luar negeri) terkait tindak pidana perbankan di negara asing.

Untuk pengembalian aset di dalam negeri, penyidik sudah menyita aset senilai Rp 1,191 miliar terkait kasus tindak pidana perbankan di Bank Century.

Pada kasus ini, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sudah memvonis tiga terdakwa. Yaitu, Robert Tantular divonis empat tahun penjara dan denda Rp 50 miliar, Hermanus Hasan Muslim dan Laurence Kusuma dihukum tiga tahun penjara dan denda masing-masing Rp 5 miliar.

Selain itu, polisi tengah memburu tiga tersangka, yakni Hesham, Rafat, dan Dewi. Pencucian uang tersebut bermula dari tindak pidana murni di Bank Century dan tidak ada kaitan secara langsung dengan kebijakan bailout Rp 6,7 triliun yang sekarang diselidiki panitia khusus hak angket Century di DPR. (sumber jawa pos)

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright 2009 @ Bojonegoro POS